Prof. Abdul Muthalib adalah vaksinator yang hari ini, 13 Jan 2022 menyuntikan vaksin Sinovac ke Presiden Jokowi.
Ini penjelasan beliau yg sangat edukatif, sgt jelas. Perlu dan penting diketahui.
Di tengah2 situasi penuh tantangan seperti sekarang ini, janganlah seperti seorang anggota DPR RI (wanita) yang di hadapan Menkes melontarkan narasi yg arogan, membuat gaduh, yg menyebabkan masyarakat bingung dan cemas.
Mari bersama-sama mengedukasi masyarakat mengatasi wabah covid-19.
Mohon Tuhan menolong kita semua🙏🙏🙏
*Prof. Abdul Muthalib, SpPD KHOM, guru besar FKUI*
𝗕𝗲𝗿𝗶𝗸𝘂𝘁 𝗽𝗲𝗻𝗷𝗲𝗹𝗮𝘀𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗯𝗮𝗻𝘁𝗮𝗵𝗮𝗻 terhadap 𝗽𝗲𝗿𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗮𝗿𝗴𝘂𝗺𝗲𝗻 𝘆𝗴 𝘀𝗲𝗿𝗶𝗻𝗴 𝗱𝗶𝘂𝗰𝗮𝗽𝗸𝗮𝗻 𝗼𝗹𝗲𝗵 𝗼𝗿𝗴𝟮 𝘆𝗴 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗽𝗲𝗿𝗰𝗮𝘆𝗮 𝘃𝗮𝗸𝘀𝗶𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗹𝗲𝗯𝗶𝗵 𝗺𝗲𝗺𝗶𝗹𝗶𝗵 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗽𝗲𝗿𝗰𝗮𝘆𝗮 𝗵𝗼𝗮𝘅 𝗱𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗼𝗿𝗶𝟮 𝗸𝗼𝗻𝘀𝗽𝗶𝗿𝗮𝘀𝗶 :
𝗤: 𝗣𝗼𝗹𝗮 𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽 𝗱𝗮𝗻 𝗺𝗮𝗸𝗮𝗻𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗵𝗮𝘁 𝗰𝘂𝗸𝘂𝗽 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗵𝗶𝗻𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗖𝗢𝗩𝗜𝗗, 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗽𝗲𝗿𝗹𝘂 𝘃𝗮𝗸𝘀𝗶𝗻. 𝗕𝗲𝗻𝗮𝗿𝗸𝗮𝗵?
A: Betul memang semakin imun kita kuat, semakin kebal kita dari virus. Tapi tidak semua virus, bakteri, atau parasit lain bisa dicegah hanya dengan pola makan sehat. Mau kita sesehat apapun, kalau terpapar virus rubella, HIV, hepatitis, ebola, polio, dll kita bisa tetap kena.
𝗤: 𝗦𝗮𝘆𝗮 𝗽𝘂𝗻𝘆𝗮 𝗵𝗮𝗸 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗺𝗲𝗻𝗲𝗿𝗶𝗺𝗮 𝘃𝗮𝗸𝘀𝗶𝗻. 𝗞𝗮𝗹𝗮𝘂 𝘀a𝘆a 𝘁𝗱𝗸 𝗺𝗮𝘂, 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝘂𝘀𝗮𝗵 𝗺𝗮𝗸𝘀𝗮. 𝗕𝗲𝗻𝗮𝗿?
A: Jika anda hidup sendirian di pulau tanpa orang lain, mungkin betul vaksinasi itu adalah hak/pilihan pribadi. Tapi kita hidup berdampingan dgn org lain. Apalagi di pulau Jawa, penduduk sangat padat. Jadi, vaksinasi itu bukan masalah kesehatan pribadi saja, tapi mencegah penularan dan membentuk herd immunity (herd immunity terbentuk jika krng lbh 70% orng divaksin). Dengan divaksin, kita melindungi orang lain yang tidak bisa divaksin (misal lansia, orng kelainan imun, yg menjalani kemoterapi, penderita alergi langka, dll*) agar tetap sehat. Jika mereka terlular COVID-19 dan meninggal, maka itu kesalahan para orang sehat yg memilih utuk tdk divaksin.
*𝘵𝘦𝘳𝘨𝘢𝘯𝘵𝘶𝘯𝘨 𝘫𝘦𝘯𝘪𝘴 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬 𝘷𝘢𝘬𝘴𝘪𝘯
𝗤: 𝗠𝗲𝗻𝗴𝗮𝗽𝗮 𝗽𝗲𝗺𝗲𝗿𝗶𝗻𝘁𝗮𝗵 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗵𝗶𝗺𝗯𝗮𝘂/𝗺𝗲𝘄𝗮𝗷𝗶𝗯𝗸𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗺𝘂𝗮 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝘆𝗴 𝗯𝗶𝘀𝗮 𝗱𝗶𝘃𝗮𝗸𝘀𝗶𝗻 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗱𝗶𝘃𝗮𝗸𝘀𝗶𝗻? 𝗔𝗽𝗮𝗸𝗮𝗵 𝘁𝗲𝗿𝗺𝗮𝘀𝘂𝗸 𝗽𝗲𝗹𝗮𝗻𝗴𝗴𝗮𝗿𝗮𝗻 𝗵𝗮𝗸 𝗮𝘀𝗮𝘀𝗶 𝗺𝗮𝗻𝘂𝘀𝗶𝗮?
A: Dalam hal COVID sekarang pemerintah sebaiknya mewajibkan vaksinasi untuk melindungi orang2 tertentu yg tdk bisa vaksin, kasihan mereka yg tidak punya pilihan. Kasihan org yg ingin divaksin tapi tidak bisa, lansia dan org2 sakit yg ingin hidup. Hanya karena egoisme orang2 anti-vaksin yg percaya hoax dan konspirasi, orang2 yg benar2 menghargai hidup bisa meninggal. Pilihanmu sbg anti-vaxxer dapat membunuh orang yg sakit dan lemah. Saya yakin di agama apapun membunuh itu perbuatan dosa, apalagi terhadap org tua dan org yg sakit.
𝗤: 𝗩𝗮𝗸𝘀𝗶𝗻 𝗶𝘁𝘂 𝗵𝗼𝗮𝘅, 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗲𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗮𝗻𝘁𝗶-𝘃𝗶𝗿𝘂𝘀. 𝗖𝗢𝗩𝗜𝗗-𝟭𝟵 𝗶𝘁𝘂 𝗵𝗮𝗻𝘆𝗮 𝗶𝘀𝘂. 𝗕𝗲𝗻𝗮𝗿𝗸𝗮𝗵?
A: Bagi yang mau percaya hoax atau teori2 konspirasi silahkan. Yang jelas, science itu bukan agama, science bukan untuk dipercaya. Biologi itu fakta. Jantung kita ada 1, itu fakta, tidak peduli mau percaya atau tidak. Mau kita tidak percaya vaksin, tetap saja faktanya segelintir orang tertentu akan menjadi korban dari pilihan egois org yg tidak vaksin. Lakukan 3M dan tolong nanti ambil vaksin jika kalian bisa divaksin. Bantu bentuk herd immunity untuk melindungi org lain yang secara fisik tidak mampu mendapatkan vaksin.
𝗤: 𝗞𝗮𝗺𝗶 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗽𝗲𝗿𝗰𝗮𝘆𝗮 𝗽𝗲𝗺𝗲𝗿𝗶𝗻𝘁𝗮𝗵 𝗸𝗮𝗿e𝗻𝗮 𝗽𝗲𝗺𝗲𝗿𝗶𝗻𝘁𝗮𝗵 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝘁𝗿𝗮𝗻𝘀𝗽𝗮𝗿𝗮𝗻, 𝗽𝗲𝗺𝗲𝗿𝗶𝗻𝘁𝗮𝗵 𝗵𝗮𝗻𝘆𝗮 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗹𝗶𝗵𝗸𝗮𝗻 𝗶𝘀𝘂 𝗹𝗮𝗶𝗻, 𝗽𝗲𝗺𝗲𝗿𝗶𝗻𝘁𝗮h 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁 𝗱𝗶𝗽𝗲𝗿𝗰𝗮𝘆𝗮. 𝗕𝗲𝗻𝗮𝗿?
A: Kalau yg tdk percaya pemerintah Indonesia, percayalah pd kami para ilmuwan dan tenaga medis. Ambil vaksinasi untuk melindungi nyawa org lain yg tidak bisa divaksin (lansia, org kelainan imun, yg kemoterapi, dll). Atau percayalah kpd pemerintah negara lain saja yg menurut kalian terpercaya. Jutaan orang dari negara lain juga sudah divaksin.
𝗤: 𝗣𝗲𝗿𝗰𝘂𝗺𝗮 di𝘃𝗮𝗸𝘀𝗶𝗻, 𝘃𝗶𝗿𝘂𝘀𝗻𝘆𝗮 𝘁𝗲𝗿𝘂𝘀 𝗯𝗲𝗿𝗺𝘂𝘁𝗮𝘀𝗶 𝗱𝗮𝗻 𝗼𝗿𝗻𝗴 𝘆𝗴 𝘀𝘂𝗱𝗮𝗵 𝗱𝗶𝘃𝗮𝗸𝘀𝗶𝗻 𝗯𝗶𝘀𝗮 𝗸𝗲𝗻𝗮 𝗹𝗮𝗴𝗶. 𝗝𝗮𝗱𝗶 𝗯𝘂𝗮𝘁 𝗮𝗽𝗮 𝘃𝗮𝗸𝘀𝗶𝗻?
A: Betul. Tapi perlu diketahui bahwa virus tidak bisa bermutasi jika tidak ada penyebaran. Jika kita memvaksinasi cukup banyak orang, maka mutation rate virusnya akan melambat. Lama-kelamaan maka pandemi COVID akan bisa selesai. Maka dari itu, vaksinasi bukan solusi instan, harus tetap 3M sampai herd immunity terbentuk.
𝗤: 𝗝𝗶𝗸𝗮 𝘁𝗲𝗹𝗮𝗵 𝗱𝗶𝘃𝗮𝗸𝘀𝗶𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝘀𝘂𝗱𝗮𝗵 𝗶𝗺𝘂𝗻 𝘁𝗲𝗿𝗵𝗮𝗱𝗮𝗽 𝗖𝗢𝗩𝗜𝗗, 𝗸𝗲𝗻𝗮𝗽𝗮 𝗸𝗶𝘁𝗮 𝘁𝗲𝘁𝗮𝗽 𝗵𝗮𝗿𝘂𝘀 𝗺𝗲𝗹𝗮𝗹𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗺𝗮𝗸𝗮𝗶 𝗺𝗮𝘀𝗸𝗲𝗿 𝗱𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝗴𝗮 𝗷𝗮𝗿𝗮𝗸?
A: Jika tujuannya hanya untuk proteksi diri sendiri, tidak usah pakai masker. Tapi tidaklah sebaiknya kita juga menyelamatkan org lain yang tidak bisa divaksin (misal lansia, orng kelainan imun, yg menjalani kemoterapi, penderita alergi langka, dll)? 3M harus tetap dilakukan sampai herd immunity terbentuk (kurang lebih saat 70% org telah divaksin). Vaksinasi itu bukan masalah kesehatan pribadi saja, tapi mencegah penularan dan membentuk herd immunity. Vaksinasi dan 3M bukan hanya menyelamatkan diri sendiri, tapi juga membantu orang lain yg membutuhkan perlindungan.
𝗤: 𝗦𝗲𝗴𝗮𝗹𝗮 𝘀𝗲𝗻𝘆𝗮𝘄𝗮 𝗸𝗶𝗺𝗶𝗮 𝗯𝘂𝗮𝘁𝗮𝗻 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗮𝘀𝘂𝗸 𝗸𝗲 𝘁𝘂𝗯𝘂𝗵 𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁 𝗺𝗲𝗻𝗶𝗺𝗯𝘂𝗹𝗸𝗮𝗻 𝗲𝗳𝗲𝗸, 𝗯𝗲𝘀𝗮𝗿 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗸𝗲𝗰𝗶𝗹. 𝗩𝗮𝗸𝘀𝗶𝗻 𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁 𝗺𝗲𝗻𝗶𝗺𝗯𝘂𝗹𝗸𝗮𝗻 𝗲𝗳𝗲𝗸 𝘀𝗮𝗺𝗽𝗶𝗻𝗴 𝘆𝗴 𝗯𝗶𝘀𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗵𝗮𝘆𝗮𝗸𝗮𝗻 𝘁𝘂𝗯𝘂𝗵. 𝗕𝗲𝗻𝗮𝗿?
A: Benar. Segala hal yg masuk ke dlm tubuh pasti ada efeknya. Dalam hal vaksinasi, tujuan dari vaksinasi adalah memberikan efek positif bagi tubuh, yaitu memberikan imunitas.
Untuk efek samping yg negatif, itu benar bisa terjadi, tapi bukan dalam hal vaksin saja. Makanan sehat bertujuan menyehatkan tubuh. Tapi bagi segelintir orang (sangat sedikit) yg memiliki alergi langka tertentu atau kelainan genetic tertentu, makanan spt tomat, kacang, susu, seafood, bisa sangat berbahaya/mematikan. Sekali lagi, sangat jarang. Sama halnya dengan semua obat dan vaksin.
𝗤: 𝗩𝗮𝗸𝘀𝗶𝗻 𝗺𝘂𝗻𝗴𝗸𝗶𝗻 𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁 𝗺𝗲𝗻𝘆𝗲𝗹𝗮𝗺𝗮𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗺𝗮𝗻𝘂𝘀𝗶𝗮 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗖𝗢𝗩𝗜𝗗 𝗱𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗸𝗵𝗶𝗿𝗶 𝗽𝗮𝗻𝗱𝗲𝗺𝗶, 𝘁𝗮𝗽𝗶 𝗸𝗲𝗹𝗮𝗸 𝗸𝗲𝘀𝗲𝗹𝗮𝗺𝗮𝘁𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮 𝗯𝗶𝘀𝗮 𝘁𝗲𝗿𝗮𝗻𝗰𝗮𝗺 𝗸𝗲𝗺𝗯𝗮𝗹𝗶 𝗼𝗹𝗲𝗵 𝗲𝗳𝗲𝗸 𝘀𝗮𝗺𝗽𝗶𝗻𝗴 𝘃𝗮𝗸𝘀𝗶𝗻. 𝗔𝗽𝗮𝗸𝗮𝗵 𝘄𝗼𝗿𝘁𝗵 𝗶𝘁?
A: Iya. Pandemi COVID merupakan prioritas utama pd saat ini. Coba baca analogi di bawah ini agar dpt memahami lebih mudah dan jelas.
Orang yg pingsan dan tidak bernafas dengan baik, harus diberi Cardiopulmonary resuscitation (CPR) agar jantung terus memompa darah dan otak tidak kekurangan oksigen. Itu prioritasnya. Ada efek dari prosedur CPR, antara lain tulang rusuk retak/patah. Walaupun sudah retak, proses CPR tetap harus dilakukan sampai ambulan datang dengan tabung oksigen dan defibrilator. Rusuk retak bisa diobati nanti, tapi jika CPR tdk dilakukan, maka orangnya pasti 100% akan mati.
Jika itu terlalu extreme (100% akan mati) coba saya beri contoh yg lain. Jika orng mengalami kecelakaan mobil parah dan orangnya tak sadarkan diri di dalam mobil, kita harus menolong untung menjauhkan korban dari kendaraan tsb. Kecelakaan mobil yg parah, memiliki risiko terbakar atau ledakan kecil, katakanlah 70%. Tapi, di sisi lain, memindahkan korban kecelakaan spt itu bisa memperparah cidera (jika ada), terutama pada tulang punggung. Dengan menyelamatakn korban dari api, ada risiko korban jd lumpuh atau meninggal, katakanlah 2%. Di sini, memindahkan korban ke area yg lbh aman adalah prioritas, drpd khawatir tentang kelumpuhan atau kematian akibat dipindah.
𝗤: 𝗦𝗮𝘆𝗮 𝘀𝘂𝗱𝗮𝗵 𝘁𝗲𝗿𝗸𝗲𝗻𝗮 𝗖𝗢𝗩𝗜𝗗 𝗱𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗺𝗯𝘂𝗵. 𝗕𝘂𝗸𝗮𝗻𝗸𝗮𝗵 𝘀𝗮𝘆𝗮 𝘀𝘂𝗱𝗮𝗵 𝗶𝗺𝘂𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗺𝗶𝗹𝗶𝗸𝗶 “𝗮𝗻𝘁𝗶-𝘃𝗶𝗿𝘂𝘀”? 𝗔𝗽𝗮𝗸𝗮𝗵 𝗺𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗵𝗮𝗿𝘂𝘀 di𝘃𝗮𝗸𝘀𝗶𝗻 𝗹𝗮𝗴𝗶?
A: Bagus kalau sudah sembuh, selamat. Betul anda sudah imun dan memiliki "anti-virus", tapi tidak bisa dibilang lebih kuat drpd vaksin. Perlu diketahui virus terus bermutasi. Anda masih bisa terkena virus dengan "strain" baru. Jadi lebih baik tetap divaksin. Dengan kata lain, lebih baik "anti-virus"nya diupdate dgn versi terbaru.
𝗤: 𝗠𝗲𝗻𝗴𝗮𝗽𝗮 𝗻𝗲𝗴𝗮𝗿𝗮 𝘆𝗴 𝗺𝗲𝗺𝗽𝗿𝗼𝗱𝘂𝗸𝘀𝗶 𝗺𝗲𝗿𝗲𝗸 𝘃𝗮𝗸𝘀𝗶𝗻 𝘁𝗲𝗿𝘁𝗲𝗻𝘁𝘂, 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗶𝗺𝗽𝗼𝗿𝘁 𝘃𝗮𝗸𝘀𝗶𝗻 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗻𝗲𝗴𝗮𝗿𝗮 𝗹𝗮𝗶𝗻? 𝗔𝗽𝗮𝗸𝗮𝗵 𝘃𝗮𝗸𝘀𝗶𝗻 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗻𝗲𝗴𝗮𝗿𝗮 𝘁𝘀𝗯 𝗷𝗲𝗹𝗲𝗸?
A: Tidak semua merek vaksin memiliki kelebihan dan kekurangan yg sama. Contohnya, misalkan vaksin yg lebih mudah didistribusikan (𝗺𝗶𝘀𝗮𝗹𝗻𝘆𝗮 tidak perlu suhu -50 C untuk menjaga agar tetap bagus), mungkin tidak bisa digunakan untuk orang dgn kelainan genetik tertentu. Contoh trade-offs lain, 𝗺𝗶𝘀𝗮𝗹𝗻𝘆𝗮, harga yang lbh mahal bisa digunakan untuk para lansia, sedangkan yg lbh murah tidak. Dari contoh trade-offs faktor2 demikian (usia penerima, metode pengiriman, harga, strain virus di lokasi, dll), sebuah negara sangat mungkin untuk mengkolaborasikan merek2 vaksin yg digunakan sesuai dengan kebutuhan negara tsb. Dengan demikian, herd immunity dapat lbh cepat terbentuk.
𝗤: 𝗠𝗮𝘂 𝗯𝗮𝗴𝗮𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮𝗽𝘂𝗻 𝗷𝘂𝗴𝗮, 𝘀𝗮𝘆𝗮 𝘁𝗲𝘁𝗮𝗽 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗺𝗮𝘂 𝗱𝗶𝘃𝗮𝗸𝘀𝗶𝗻.
A: Sama halnya spt merokok, atau nyetir dengan keadaan mabuk. Karena pilihan anda, orang lain bisa turut menjadi korban jiwa. Kalau org normal hrsnya bakal merasa berdosa ya membunuh orang lain secara tidak langsung. Mungkin kalau anda beda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar